Etika Profesi Akuntansi
Tugas 2 (Softskill)
Nama : Saktyo Toerhutomo
NPM : 26211562
Kelas : 4EB07
1.
Etika Dalam Auditing
Pengertian Etika
Menurut
bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika)
Pengertian Auditing
Auditing
adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independent dapat
menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu
kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Pengertian Etika Auditing
Etika
dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapaat diukur mengenai suatu
entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan
independen.
Kepercayaan Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang
penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung pada objektifitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat
bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat
juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat
(reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk
menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari
setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik
perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki
oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika.
Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi
mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan
diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten
dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan
oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi
yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk
memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan
profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan
memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas
kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Justice
Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan
laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh
terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai
”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan
harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan
memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik
kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor. Hal
serupa juga diungkapan oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang akuntan publik
diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk
mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan
klien. Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal
ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik.
Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran
laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan
”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik
dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga
kepercayaan dari publik.
Tanggung Jawab Dasar Auditor
The
Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun
1980, memberikan ringkasan mengenai tanggung jawab auditor, yaitu :
1.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat
pekerjannya.
2.
Sistem Akuntansi.
Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan
transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3. Bukti
Audit. Auditor akan
memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan
rasional.
4.
Pengendalian Intern.
Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal,
hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance
test.
5.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan
yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil
berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional
atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Independensi Auditor
Independensi adalah keadaan bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam
hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang
auditor, yaitu sebagai berikut :
a) Independensi
dalam Fakta (Independence in fact) : Artinya auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b) Independensi
dalam Penampilan (Independence in appearance) : Artinya pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c) Independensi
dari sudut Keahliannya (Independence in competence) : Independensi
dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan
oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana
bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan,
untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan
apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan
Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan
keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
Peraturan Pasar Modal dan Regulator
Mengenai Independensi Akuntan Publik
Penilaian kecukupan peraturan
perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen
analisa yaitu;
1. Ketentuan isi pelaporan emitmen
atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada publik dan Bapepam,
2. Ketentuan Bapepam tentang
penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan public,
3. Ketentuan Bapepam tentang,
pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan public,
4. Ketentuan tentang aktivitas
profesi jasa auditor independen.
Seperti
regulator pasar modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan
izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses
pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas
setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah
satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor
dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan
keuangan, window dressing, serta lain-lainnya dengan
menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi
investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator
telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan keaslian data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten.
Ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor:
VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang
dimaksud dengan:
a) Periode Audit adalah periode yang
mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau
atestasi lainnya.
b) Periode Penugasan Profesional adalah periode
penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada
Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c) Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami,
orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan saudara kandung.
d) Fee Kontinjen adalah fee yang
ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan
apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
e) Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang
termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi
yaitu: rekan, pimpinan, karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat
dalam penugasan.
2. Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi
Manajemen
Peran etika dalam akuntansi adalah
pedoman bagi akuntan untuk mengikuti aturan-aturan tertentu untuk melakukan
pekerjaan akuntansi dengan cara yang adil. This is just to facilitate the
public confidence in their accounting. Ini hanya untuk memfasilitasi
kepercayaan publik dalam akuntansi mereka. Akuntansi keuangan untuk keperluan
manajemen puncak dan pihak luar organisasi. Produknya: laporan keuangan.
Produk-produk yang sudah dilakuakan.
Akuntansi manajamen merupakan tipe
akuntasi yang mengolah infromasi keuangan yang terutama untuk memenuhi
keperluan manajmeen dalam melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian
organisasi. Produknya: unit cost. Produk-produk yang akan dilakukan. Perilaku
etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat.
Tingkah laku kita mungkin benar atau salah, sesuai atau menyimpang, dan
keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda
pandangan terhadap arti istilah etis, tetapi nampaknya terdapat suatu prinsip
umum yang mendasari semua sistem etika.
Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Internal Revenue Service (IRS)
mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak.
Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa suatu
sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres,
Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada
masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Direktur
praktik IRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993 : 85) lebih menegaskan bahwa
ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab
praktisi atas sistem pajak yang baik. Tanggung
jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan). Dalam hubungan antara
praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan.
Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan
untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat
disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. IRS bersandar
pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan
adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan
kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut William L. Raby dalam
Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS akan menimbulkan perdebatan
pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik dengan mengadopsi
suatu sikap. Argumennya adalah aturan etika yang fundamental dalam praktik
perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan
klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti skala
nilai kliennya. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak
menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah. Seorang auditor pajak
bertanggung jawab mengaudit pajak penghasilan dari wajib pajak untuk menentukan
apakah mereka telah memenuhi undang-undang perpajakan yang berlaku. Audit yang
dilakukan oleh auditor pajak termasuk jenis audit kepatuhan.
Etika Akuntan dalam Perpajakan
Statements on Standards for Tax
Services merupakan
pertimbangan etika umum yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax
Executive Committee of the AICPA yang interpretasinya menggantikan
SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang menarik adalah pada kalimat
pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup dari penyebutan diri sebagai
seorang profesional. Anggota harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai
profesional dengan mendukung dan mempertahankan standar yang dengan itu kinerja
profesionalnya bisa diukur”. Dalam kasus tersebut, indikasi terbaik dari
standar etika yang bisa dipenuhi oleh akuntan pajak bisa ditemukan dalam
standar tersebut.
Ada 6 (enam) standar yang ditunjukkan
dalam SSTS, yaitu:
1. Seorang akuntan pajak tidak boleh
menyarankan sebuah posisi kecuali ada kemungkinan realistik untuk kebaikan yang
berkelanjutan.
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh
membuat atau menandatangani return jika ini berada dalam posisi yang tidak
boleh disarankan menurut poin 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat
menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak ceroboh selama ini bisa
diungkapkan.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban
untuk menasehati klien tentang potensi hukuman di beberapa posisi, dan
menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh
menyarankan sebuah posisi yang “mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;
6. Dilarang bertindak sekadar dalam
posisi “membantah”.
Menurut standar ini, dikatakan tidak
etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk mengurangi liabilitas pajak
klien sebenarnya, karena ketika menandatangani return, anda berarti menyatakan
bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya berarti
anda terlibat kebohongan.
Pajak ditentukan oleh self-assessment dan
pelaporan. Dalam konteks tersebut, sikap adil yang bisa dilakukan setiap orang
adalah dengan mengawasi diri sendiri. Masyarakat kita sering menggunakan sistem
kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan ketika sebagian besar orang
diatur oleh sistem kehormatan tersebut. Ada sesuatu yang berlawanan dengan
kejujuran dan kesejahteraan publik saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan
hukum spesifik yang memberikan batasan pada klien yang ingin menghindari
pembayaran segmen pajak yang adil. Sistem pajak dapat diselewengkan oleh
akuntan dan perusahaan akuntansi yang menggunakan skema penghindaran-pajak.
Bagian implisit dari semua ini adalah sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan
dan perusahaannya untuk mempertahankan kejelasan sistem pajak–untuk menghasilkan
keseimbangan antara keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang
bisa melemahkan sistem.
Kompleksitas
Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien
Dalam perpajakan, pajak secara klasik memiliki dua fungsi
yaitu:
1. Fungsi
Budgeter
Suatu fungsi dalam mana pajak
dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara
berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.
2. Fungsi
Regulerend
Pajak berfungsi sebagai alat yang
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan
negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan masyarakat,
dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi.
Dalam struktur anggaran negara,
seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi
inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan.Aturan
perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah
supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
Berikut ini disajikan kasus yang
mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien:
1. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia menganut
klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak yaitu subyek
pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Masalah dalam pajak deviden adalah
terjadi economic double taxation. Arttinya sebelum dividen dibagi kepada
pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut
pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di
korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut
sebagai pajak ganda.
2. Sengketa Pajak
Dispute,merupakan hitungan wajib
pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat
Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka apapun yang akan dipakai
adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih dahulu oleh
WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada
pengadilan pajak. Jika hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP
berhak menerima restitusi. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja
mengganggu cash flow para pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam
dispute antara WP dengan aparat pajak.Untungnya, dalam UU KUP 28/2007
perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama.Jika ada perbedaan
klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.Sebelum masuk ke
pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan
WP sendiri.
3. Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid
dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan
punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat yang sama
pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan
obligasi rekap.
Meskipun semestinya menurut Anton J
Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak
kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana
mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.
Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru
akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang
terjaring.
Daftar
Pustaka
1.
http://ebookask.com/et/etika-profesi-dalam-akuntansi-pdf.html
2.
http://www.academia.edu/7321264/Etika_Dalam_Akuntansi_Keuangan_Dan_Akuntansi_Menejemen.
3.
Armstrong,
Marry Beth. 1993. Ethics and professionalism for CPAs.
South-Western Publishing Co.
4.
Badjuri
Achmad. Peranan Etika Akuntan Terhadap Pelaksanaan Fraud Audit No 3 vol
9.Desember, 2010.
5.
Elder,
J, Mark S. Beasley, dkk. 2012. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan
Terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta: Salemba Empat.
6.
Enjel
Boni. Hubungan Antara Penerapan Aturan Etika Dengan Peningkatan Profesionalisme
Auditor Internal. Bandung. 2006.
7.
Kusuma,
Novanda Bayu Aji.2012.Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan
Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.Skripsi.Yogyakarta:Universitas
Negeri Yogyakarta
8.
Mohammad
Zain.Manajemen Perpajakan.Jakarta:Salemba Empat.2003 atau Edisi Terbaru
9.
Nasution
Istianah. Pengaruh Karakteristik Personal Auditor, Etika Audit dan Pengalaman
Tingkat Penyimpangan Perilaku dalam Audit. Jakarta. 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar