Senin, 07 Mei 2012

STRATEGI PENDEKATAN KEBUTUHAN POKOK

Pendekatan Kebutuhan Pokok atau Pendekatan K-P untuk pembangunan menarik perhatian kalangan pejabat, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata, yaitu lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan penduduk perkotaan. Ketika gagasan ini secara resmi diajukan pada Konferensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 1976, Pendekatan Kebutuhan Pokok disambut baik oleh kalangan luas. Namun di pihak lain banyak juga kritik dilontarkan terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering dilontarkan terhadap Pendekatan K-P adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi, bukan mengutamakan investasi sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang terhambat. Dikatakan pula bahwa Pendekatan K-P pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan welfare state 'negara kesejahteraan'  di negara berkembang yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Realokasi Pendekatan K-P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi. Oleh karena itu, ia berbeda dari model pertumbuhan Kapitalis maupun Marxis. Keduanya mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi. Kesan bahwa Pendekatan K-P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat selalu tercapai melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada. Seolah-olah hal tersebut tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun sangat keliru jika orang mengira bahwa Pendekatan K-P merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok. Dengan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, diharapkan kemiskinan absolut, yaitu terdapat sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu, dapat dihapuskan. Di samping itu, juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antargolongan. Dengan demikian, maka pelaksanaan strategi K-P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. Pilihan Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa strategi K-P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, bukan barang modal dan mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi modern yang padat modal. Strategi K-P memang menekankan produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun, komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik produksi yang digunakan di suatu negara akan tergantung pada kondisi khas yang terdapat di negara itu. Oleh karena itu, hal ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K-P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate technology). Dalam kata-kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya, teknologi baru yang disesuaikan dengan kondisi khas di suatu negara dan yang menunjang pelaksanaan strategi K-P. Dengan begitu, strategi K-P tidak berarti penggantian menyeluruh teknologi padat-modal dengan teknologi padatkarya. Mungkin ada kondisi yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya di suatu negara berkembang. Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal dan padat karya. Hal ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat, yaitu syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini, maka teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang terlebih dalam hal penggunaannya efisien dan menguntungkan masyarakat.

STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

Sebelum datangnya Orde Baru strategi pembangunan di Indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tetapi pada kenyataannya nampak adanya kecenderungan lebih memberatkan pada tujuan-tujuan politik dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal Orde Baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama untuk usaha-usaha yang menekan laju inflasi yang sangat tinggi atau yang dikenal dengan Hyper Inflasi.
Strategi-strategi tersebut dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran dan titik berat setiap Repelita, yaitu :
  • REPELITA I : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
  • REPELITA II : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
  • REPELITA III : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
  • REPELITA IV : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1978/11/18/KL/mbm.19781118.KL73266.id.html

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab2-perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar