Pendekatan Kebutuhan Pokok atau Pendekatan K-P untuk pembangunan
menarik perhatian kalangan pejabat, di samping
kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola
pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang
merata, yaitu lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan
tinggi dan penduduk perkotaan. Ketika gagasan ini secara resmi diajukan pada Konferensi
Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 1976, Pendekatan Kebutuhan Pokok disambut baik oleh kalangan luas. Namun di pihak
lain banyak juga kritik dilontarkan terhadap gagasan ini.
Suatu kritik yang sering dilontarkan terhadap Pendekatan K-P
adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi,
bukan mengutamakan investasi sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang terhambat.
Dikatakan pula bahwa Pendekatan K-P pada dasarnya merupakan
suatu usaha untuk menciptakan
welfare
state 'negara kesejahteraan' di negara berkembang yang terbatas kemampuan dan
persediaan sumber dayanya. Realokasi
Pendekatan K-P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan
pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat,
yaitu satu generasi. Oleh karena itu, ia berbeda dari model pertumbuhan Kapitalis maupun Marxis. Keduanya mengutamakan investasi dan
pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi.
Kesan bahwa Pendekatan K-P tidak mementingkan pertumbuhan
ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya,
seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat selalu tercapai
melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada.
Seolah-olah hal tersebut tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Namun sangat keliru jika orang mengira bahwa Pendekatan K-P
merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat
'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat
justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan
jasa kebutuhan pokok. Dengan produksi barang
dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, diharapkan
kemiskinan absolut, yaitu terdapat sebagian
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu, dapat
dihapuskan. Di samping itu, juga akan terhapus kemiskinan
relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan
pendapatan antargolongan.
Dengan demikian, maka pelaksanaan strategi K-P bukan berarti
mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi
kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola
pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi
barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula
realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif.
Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat
modal di sektor modern yang sangat ditekankan dalam strategi
pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan
ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih
padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal.
Pilihan Teknologi
Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa
strategi K-P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi.
Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi,
bukan barang modal dan mengutamakan penggunaan
teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi
modern yang padat modal.
Strategi K-P memang menekankan produksi serta distribusi barang
konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun, komposisi barang
konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik
produksi yang digunakan di suatu negara akan tergantung pada
kondisi khas yang terdapat di negara itu. Oleh karena itu, hal ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K-P
mengutamakan teknologi yang "patut" (
appropriate technology). Dalam kata-kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi
yang secara rangkap dianggap patut' (
doubly appropriate
technology). Artinya, teknologi baru yang disesuaikan dengan
kondisi khas di suatu negara dan yang menunjang pelaksanaan
strategi K-P.
Dengan begitu, strategi K-P tidak berarti penggantian menyeluruh
teknologi padat-modal dengan teknologi padatkarya. Mungkin ada kondisi yang menyebabkan
penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga
lebih efisien daripada teknologi padat karya di suatu
negara berkembang.
Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari
teknologi padat modal dan padat karya. Hal ini akan ditentukan pula
oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat, yaitu syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam
penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini, maka
teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang terlebih dalam hal
penggunaannya efisien dan menguntungkan masyarakat.
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
Sebelum datangnya Orde Baru strategi pembangunan di Indonesia secara teori telah diarahkan pada
usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tetapi pada kenyataannya
nampak adanya kecenderungan lebih memberatkan pada tujuan-tujuan politik
dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan
pada awal Orde Baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada
tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama
untuk usaha-usaha yang menekan laju inflasi yang sangat tinggi atau yang dikenal dengan Hyper Inflasi.
Strategi-strategi tersebut dipertegas dengan ditetapkannya sasaran-sasaran
dan titik berat setiap Repelita, yaitu :
- REPELITA I : Meletakkan titik
berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian
meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
- REPELITA II : Meletakkan titik
berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap
selanjutnya
- REPELITA III : Meletakkan titik
berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan
yang kuat bagi tahap selanjutnya
- REPELITA IV : Meletakkan titik
berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus
dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1978/11/18/KL/mbm.19781118.KL73266.id.html
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab2-perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar